Spoiler warning! Semua isi ulasan ini adalah pendapat pribadiku dan mungkin mengandung spoiler yang akan membuatmu kurang nyaman.
Sinopsis:
Tara
ditemukan tersekap dalam kotak perkakas kayu dalam kondisi terluka dan trauma
berat. Seluruh anggota keluarganya tewas dengan mengenaskan. Ia adalah
satu-satunya yang selamat. Tetapi, saking terguncangnya, Tara tak dapat
dimintai keterangan tentang apa yang sebenarnya terjadi di rumahnya pada malam
pembunuhan tersebut.
Karena
merasa iba dengan Tara yang sudah menjadi sebatang kara, sekaligus untuk
membantu penyelidikan polisi, Alfons–psikiater yang selama ini menangani
Tara–memutuskan untuk turun tangan. Jika sebelumnya ia hanya berusaha
menyembuhkan obsesi Tara dengan koin yang selalu digenggam oleh gadis itu, kini
Alfons mengemban tugas yang lebih berat. Dengan hati-hati, ia memulihkan Tara
dari ingatan mengerikan malam itu.
Namun,
usaha Alfons terganggu oleh kehadiran seseorang yang tak pernah diduga akan
muncul–Ello. Berbarengan dengan kehadiran Ello dalam hidup Tara dan Alfons,
seorang pembunuh berantai tengah beraksi memangsa korban-korbannya yang lengah.
Pembunuh itu dengan tega menyekap korban-korbannya dalam kotak perkakas
kayu–persis seperti apa yang dialami oleh Tara tempo lalu.
Misteri pembunuhan dalam kotak perkakas kayu ini menjadi pertanyaan yang
membingungkan. Siapakah Ello sebenarnya? Lalu, apakah Tara benar-benar sekadar
gadis yang kebetulan selamat dari tragedi keluarganya, ataukah ia menyimpan
rahasia sendiri di malam itu?
Novel Thriller Indonesia Pertama yang Diadaptasi Netflix
Tidak
hanya novel Barat dan Jepang yang menghasilkan genre thriller yang bikin bulu
kuduk merinding, tapi novel lokal juga gak kalah bagusnya, seperti Katarsis ini.
Jujur saja ini adalah novel thriller Indonesia pertama yang aku baca. Itu pun
karena aku tertarik setelah dijadikan series dan diperankan oleh Pevita Pearce.
Dalam
pikiranku terpikir, "Oh, kalau Netflix udah ngadaptasi, pasti ceritanya
gak kaleng-kaleng nih." Dan benar saja, novel Katarsis ini memiliki
penulisan yang sangat epik dan plot yang rapi.
Review Novel Katarsis
Aku
memberi rating 8/10 untuk novel ini karena karya ini memang diciptakan dengan cukup
rapi dan mudah sekali dibaca. Bagi kamu yang ingin membaca genre thriller
kriminal, tapi gak suka dengan tulisan yang terlalu berat, novel ini bisa
menjadi salah satu pilihan. Dijamin ketika membaca ini, kamu tidak akan
menyadari waktu bergulir begitu saja.
Cerita
karya Anastasia Aemilia ini menggunakan susut pandang orang pertama, yaitu aku.
Tidak hanya ada seorang 'aku', tapi ada beberapa orang 'aku' yang
berganti-ganti. Hanya saja, meski bergantian tanpa ada keterangan khusus,
sebagai pembaca aku mudah sekali mengenali, "Oh, ini POV-nya sudah berubah
jadi si Tara, oh ini Ello." Pokoknya mudah dimengerti.
Menurutku
penulisan yang mudah dimengerti seperti ini adalah sangat bagus. Membuat
pembaca betah dan senang ketika membacanya, terutama aku. Hanya saja, ada
beberapa hal yang menurutku aneh dan membuat cerita ini banyak lubangnya.
Sekali lagi, ini menurut sudut pandangku sebagai pembaca, ya.
Beberapa
kejanggalan yang ada di novel Katarsis ini adalah sebagai berikut.
1. Umur Tara tidak pernah
disebutkan
Ini
sebenarnya adalah hal utama yang bikin bingung. Mungkin kalau di series,
penonton bisa tahu langsung dari penampilan si aktor. Namun, ketika di buku,
bagaimana pembaca tahu kalau penulisnya tidak memberikan clue?
Selain
umur, tidak ada penjelasan di manakah sekolah Tara. Kapan dia SD, SMP, dan kok
tiba-tiba kuliah? Bagaimana kehidupan sekolah dia? Apakah dia juga membenci
sekolahnya sama seperti dia membenci orang tuanya?
2. Kenapa Tara bisa
membenci orang tuanya
Selain
umur, hal ini adalah hal yang benar-benar aneh. Bisa-bisanya bayi baru lahir,
dibuat membenci orang tuanya? Membenci namanya sendiri yang merupakan gabungan
nama orang tuanya? Like, how come? Apa alasannya?
3. Alfons yang menampung
Tara
Alfons,
seorang psikiater tempat Tara berkonsultasi memang terlibat dalam penyelidikan
kasus ini. Sebenarnya bukan terlibat yang bagaimana, lelaki ini dihubungi Tara
ketika dia sudah membunuh sepupunya. Hanya itu saja. Lagi pula Tara tidak
selama itu berkonsultasi sampai akhirnya si Alfons ini harus bertanggung jawab
membawanya pulang karena pembunuhan seluruh keluarga Tara.
Ini
memang terkesan dipaksakan. Padahal dari penggambaran di novel ini,
Alfons masih muda. Maksudnya pertengahan gitu lah. Jadi, bukannya aneh kalau
dia merawat seorang gadis? Terlebih Alfons hidup melajang sendiri di rumahnya.
Ah, sudahlah.
4. Psikopat tanpa motif
Dari
pengamatanku, psikopat di novel ini tidak memiliki motif spesifik. Kayak,
yaudah dia mau membunuh. Dan karena tahu ayahnya pembunuh, anaknya pun ngikut.
Sungguh aneh. Menurutku walaupun seseorang itu adalah psikopat, dia tetap harus
memiliki suatu alasan untuk melakukan kejahatan. Misalnya karena dulu sering
dirundung, dia membunuh para lelaki lemah. Karena dia mesum dan menyukai
wanita, dia membunuh para wanita cantik. Dan lainnya.
Ending dari Kisah Tara
Novel
thriller ini bukan yang mengajak pembaca untuk berpikir, tidak sama sekali.
Karena pembaca sudah dikasih tau segalanya sambil jalan. Makanya
sudah kuberitahukan kalau novel ini tidak berat, malahan cukup ringan.
Ending
cerita ini cukup kusukai, meskipun semua mati. Namun, tetap saja aku suka
ending novel yang selesai begini. Sepertinya Tara akan mencari mangsa baru usai
mengenyahkan kotoran yang selama ini berpenampilan bagaikan lolipop. Mungkin
dalam hatinya pasti, "Sial, aku tertipu dengan ketampanannya!"
Begitulah
review dari novel Katarsis yang cukup menarik ini. Dijamin
kalau sudah mulai membaca, kamu bakal ketagihan dan tak akan menyesalinya. Coba
saja kalau tidak percaya.
0 Komentar
Komen aja di sini